Karya : Muhammad Fadhli (Ajo Wayoik!)
-------------------------------------
# smoga bisa jadi inspirsi bake adiak2/kanakan2 nan basobok calon makmumnyo di parantauan. Dalam proses ta’aruf, antah paguno gai puisi ko disamapaikan bake calon minantu amak tun.
--------------------------------------
Ceramay - Calon makmumku...Waktu kecil dulu mungkin kau pernah mendengar akhir nan indah dalam kisah cinderella, putri salju atau legenda-lengenda impor lainnya. Sejak mendengar kisah seperti itu, mungkin pula kau bermimpi suatu saat nanti akan dapatkan pangeran tampan berkuda putih sebagai suamimu, persis seperti gambaran lelaki sempurna pada legenda-legenda yang pernah kau dengar dulu. Ya, tentu itu tidak salah.
Tapi, taukah kau bahwa di masa kecil aku justru mendapatkan kisah yang nadanya berbeda. Kisah tentang malin kundang yang durhaka lalu jadi batu, kisah rawang tingkuluak yang menelan anak pemalas, pipik tuai, batu peti atau kisah-kisah tragis lainnya. Akibatnya, tentu pikiranku berbeda dengan pikiranmu. Sejak mendengar kisah-kisah yang disampaikan ibuku aku malah jadi mawas diri. Aku tak mau jadi penghayal, tapi jadi lelaki yang punya kepekaan hati dalam mebaca situasi. Aku takut; takut bila kelak jadi orang sukes aku justru lupa akan asalku. Lelaki Minang koq penakut? Ya, Kecuali hal lain, untuk urusan yang satu ini aku memang penakut.
Dengarlah, sebelum merantau aku dititipi pesan adat lewat mulut mamak-mamak, para guru, dan juga ayah-ibuku. Pesan agar aku dapat menjaga diri dari pengaruh buruk perantauan yang senantiasa mengincarku. Betapa rantau bisa sangat berbahaya, bila aku tak berpandai-pandai menjaga diri dari godaannya. Ya, meskipun dalam perantauan itu pula aku mendapatkanmu, tpi sekali lagi, aku harus mengedepankan kewaspadaanku.
Aku Minang, terlahir dengan segenap semangat laki-laki. Aua yang kuat boleh patah tiga saat tersandung. Tapi, meski hanya semut, aku takkan rela mati karena terinjak-injak. Jarak se biji padi-pun, aku takkan mau mati. Aku akan terus melawan. Melawan setiap persoalan yang jadi tantangan perantauanku.
Jadi, bila memang kau calon makmumku, sadarilah; AKU BUKAN PANGERAN tapi AKU PETARUNG. Artinya, aku bukan lelaki sempurna yang akan datang menjemputmu untuk tinggal diistanaku. Aku justru akan membawamu pada pertarunganku, menghadapi dunia berdua denganku, sakit dan susah bersamaku. Hanya itulah kenikmatan yang aku janjikan untukmu. Kenikmatan untuk menghadapi hidup, mencari akal sebagai solusi, lalu belajar dari setiap persoalan yang dihadapi.
Dan bila nantinya kita dapatkan kemenangan , ingatkanlah aku tentang puisi ini. Ingatkanlah bahwa aku ini Minang. Ingatkanlah agar aku tak lupa diri. Ingatkanlah aku akan kisah-klisah yang kudengar ketika kecil dulu. Agar aku tak jadi malin kundang. Agar hatiku tak batu, kepalaku tak batu. Sebab bila sudah begitu, aku takut ceritaku akan persis sama seperti cerita Malin Kundang yang dikisahkan ibuku, dimana selain Malin ADA SEORANG ISTRI YANG JUGA TURUT JADI BATU. Kamu tak mau jadi istri seperti itu kan?
-End-
NB : iko ntuak nan katuju jo gadih di parantauannyo. Pi, kok dapek tantu ancak bana kalau gadih Minang juo nan diadok an ka bake amak njuak minantu e.
-------------------------------------
# smoga bisa jadi inspirsi bake adiak2/kanakan2 nan basobok calon makmumnyo di parantauan. Dalam proses ta’aruf, antah paguno gai puisi ko disamapaikan bake calon minantu amak tun.
--------------------------------------
![]() |
Image Source : http://www.wego.co.id/berita/wp-content/uploads/2015/03/Pencak-Silat-Minangkabau-220315-Spt-2.jpg |
Tapi, taukah kau bahwa di masa kecil aku justru mendapatkan kisah yang nadanya berbeda. Kisah tentang malin kundang yang durhaka lalu jadi batu, kisah rawang tingkuluak yang menelan anak pemalas, pipik tuai, batu peti atau kisah-kisah tragis lainnya. Akibatnya, tentu pikiranku berbeda dengan pikiranmu. Sejak mendengar kisah-kisah yang disampaikan ibuku aku malah jadi mawas diri. Aku tak mau jadi penghayal, tapi jadi lelaki yang punya kepekaan hati dalam mebaca situasi. Aku takut; takut bila kelak jadi orang sukes aku justru lupa akan asalku. Lelaki Minang koq penakut? Ya, Kecuali hal lain, untuk urusan yang satu ini aku memang penakut.
Dengarlah, sebelum merantau aku dititipi pesan adat lewat mulut mamak-mamak, para guru, dan juga ayah-ibuku. Pesan agar aku dapat menjaga diri dari pengaruh buruk perantauan yang senantiasa mengincarku. Betapa rantau bisa sangat berbahaya, bila aku tak berpandai-pandai menjaga diri dari godaannya. Ya, meskipun dalam perantauan itu pula aku mendapatkanmu, tpi sekali lagi, aku harus mengedepankan kewaspadaanku.
Aku Minang, terlahir dengan segenap semangat laki-laki. Aua yang kuat boleh patah tiga saat tersandung. Tapi, meski hanya semut, aku takkan rela mati karena terinjak-injak. Jarak se biji padi-pun, aku takkan mau mati. Aku akan terus melawan. Melawan setiap persoalan yang jadi tantangan perantauanku.
Jadi, bila memang kau calon makmumku, sadarilah; AKU BUKAN PANGERAN tapi AKU PETARUNG. Artinya, aku bukan lelaki sempurna yang akan datang menjemputmu untuk tinggal diistanaku. Aku justru akan membawamu pada pertarunganku, menghadapi dunia berdua denganku, sakit dan susah bersamaku. Hanya itulah kenikmatan yang aku janjikan untukmu. Kenikmatan untuk menghadapi hidup, mencari akal sebagai solusi, lalu belajar dari setiap persoalan yang dihadapi.
Dan bila nantinya kita dapatkan kemenangan , ingatkanlah aku tentang puisi ini. Ingatkanlah bahwa aku ini Minang. Ingatkanlah agar aku tak lupa diri. Ingatkanlah aku akan kisah-klisah yang kudengar ketika kecil dulu. Agar aku tak jadi malin kundang. Agar hatiku tak batu, kepalaku tak batu. Sebab bila sudah begitu, aku takut ceritaku akan persis sama seperti cerita Malin Kundang yang dikisahkan ibuku, dimana selain Malin ADA SEORANG ISTRI YANG JUGA TURUT JADI BATU. Kamu tak mau jadi istri seperti itu kan?
-End-
NB : iko ntuak nan katuju jo gadih di parantauannyo. Pi, kok dapek tantu ancak bana kalau gadih Minang juo nan diadok an ka bake amak njuak minantu e.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar